Akan ada setumpuk maaf dariku,
manakala ucap telah terpenggal.
Biarkan senja memapah langkahku.
Aku baik-baik saja...
Tak perlu lagi cemas membendungmu.
Ada jingga yang menjagaku,
selalu...
Aku berharap itu koma, bukan titik.
Koma yang tertutup sesuatu,
bukan titik akhir,
penutup kalimat dalam cerita.
Aku tak ingin titik akhir itu ada.
Berulang kali tak kuhiraukan.
Karena yang kulihat itu koma,
koma yang senyata-nyatanya.
Walau senyatanya,
memang kau menghendaki titik.
Benarkah?
Setelah pemandangan senja itu.
Setelah ribuan kali pelangi bergulir.
Setelah hujan meretas tanpa batas.
Titikkah yang lebih kau inginkan?
Selamat Datang :)
Menulis ya? Hmm..
Menulis adalah hal yang paling menyenangkan. Kamu bisa menulis apapun tanpa batas. Menulis merupakan cara kamu berbicara dengan dirimu sendiri. Dengan menulis, kamu akan mengetahui kondisimu saat itu.
Selamat menulis :)
Kamis, 20 Desember 2012
Antologi ke 8
(kumpulan puisi)
Judul: Selayang Mimpi
Kategori: Sastra
ISBN: -
Penulis: Ariny NH and Puisi Lovers
Penerbit: Diandracreative
Tanggal Terbit: 2012-12-19
Jumlah Halaman: 196
Berat Buku: 200 gr
Kertas: HVS; 70 gram
Harga: Rp. 38.000,00 (belum termasuk ongkir)
Pemesanan via sms ke 08997023304
Sabtu, 15 Desember 2012
Maaf...
Tangis...
Membuncah tepat mentari di atas kepala,
Menangisi keadaan, menimang pasti.
Adakah kita sedang menggarami luka?
Atau hanya aku seorang?
Tak ada kata yang berani bergerak,
Pun hanya perih menguasai.
Menggenapi rasa terasingkan.
Maaf...
Tak pernah menjadi bagian dari mimpiku,
Untuk menikam mati rasa jiwamu.
Tak pernah tertulis dalam catatanku walalu hanya satu kata.
Maaf...
Bolehkah aku berharap?
Langit menurunkan senyum untukmu,
Lalu memaafkanku dengan senyum itu.
Berharap bisa mengulang semua,
dari titik nol.
Bisakah kita menjejaki langkah dari awal?
Melewatkan jalan salah terlalui.
Menghitung kerikil hitam,
tanpa harus memasang penghalang,
dan mengucap selamat tinggal.
Bisakah?
Dan,
satu hal lagi.
Berhentilah mendiamkanku,
Karena detik terlalu sunyi,
untuk kubagi cerita.
Membuncah tepat mentari di atas kepala,
Menangisi keadaan, menimang pasti.
Adakah kita sedang menggarami luka?
Atau hanya aku seorang?
Tak ada kata yang berani bergerak,
Pun hanya perih menguasai.
Menggenapi rasa terasingkan.
Maaf...
Tak pernah menjadi bagian dari mimpiku,
Untuk menikam mati rasa jiwamu.
Tak pernah tertulis dalam catatanku walalu hanya satu kata.
Maaf...
Bolehkah aku berharap?
Langit menurunkan senyum untukmu,
Lalu memaafkanku dengan senyum itu.
Berharap bisa mengulang semua,
dari titik nol.
Bisakah kita menjejaki langkah dari awal?
Melewatkan jalan salah terlalui.
Menghitung kerikil hitam,
tanpa harus memasang penghalang,
dan mengucap selamat tinggal.
Bisakah?
Dan,
satu hal lagi.
Berhentilah mendiamkanku,
Karena detik terlalu sunyi,
untuk kubagi cerita.
Kamis, 13 Desember 2012
Kecewa
"Kecewa itu tempatnya di sini" menunjuk kaki, "bukan di sini" menunjuk hati.
Maka, saat kamu kecewa, jangan menaruhnya di dalam hati, itu salah besar, karena nantinya bisa membuat hatimu rusak.
Taruhlah di kaki lalu kamu tendang kecewa itu jauh-jauh agar tak kembali lagi.
Mudah, bukan?
Sudahlah, tak perlu banyak alasan. Hanya tinggal dilakukan, tak perlu banyak ucap
Dan tersenyumlah, karena tak ada kesulitan melainkan ada kemudahan setelahnya.
Tak ada kesulitan yang tidak sesuai dengan kemampuanmu.
.
Maka, saat kamu kecewa, jangan menaruhnya di dalam hati, itu salah besar, karena nantinya bisa membuat hatimu rusak.
Taruhlah di kaki lalu kamu tendang kecewa itu jauh-jauh agar tak kembali lagi.
Mudah, bukan?
Sudahlah, tak perlu banyak alasan. Hanya tinggal dilakukan, tak perlu banyak ucap
Dan tersenyumlah, karena tak ada kesulitan melainkan ada kemudahan setelahnya.
Tak ada kesulitan yang tidak sesuai dengan kemampuanmu.
.
Ich und Deutschland
Aku mengenalnya beberapa tahun yang lalu saat aku masih duduk dibangku SMA. Pertama kali aku "menyentuhnya", aku langsung dibawanya ke negeri itu. Sejak hari itu, aku begitu dekat dengannya. Ya, sangat dekat. Dua tahun lamanya aku mengenal dia, Deutsch, Deutschland. Sampai akhirnya dengan terpaksa aku harus "mengabaikannya". Pergi meninggalkan dia yang selama ini dekat denganku.
Mengabaikan dia yang tak seharusnya kutinggalkan. Aku kini merindukannya, sangat. Merindukan saat dia berhasil menciptakan sebentuk lengkung senyum yang ditandai. Aku merindukannya, bukan hanya karena dulu pernah bersamanya, lebih dari itu. Berharap dapat menjejakkan kembali dia di sisiku, menemaniku kembali. Menciptakan cerita indah yang membawa anganku terbang ke sana. Berharap suatu hari, dia akan mengajakku menuju rumahnya, tempat yang sangat ingin kukunjungi.
Dia, masih menjadi masa laluku. Aku belum berhasil menggamitnya. Belum cukup hebat mensejajari langkahnya. Dia dan muncul dia yang lain, yang mengingatkanku padanya. Dia, yang akhirnya menyeretku untuk mensejajarinya. Namun, tetap saja. Bukan apa-apa. Ini hanya tentang aku dan dia. Maka, tak ada yang lebih berhak selain dia.
Semoga kita bisa bersama lagi, ya. Aku tetap ada di belakangmu, berusaha mengejar jejakmu, mensejajari langkah kita. Lalu kita bisa pergi bersama menuju rumahmu.
Mengabaikan dia yang tak seharusnya kutinggalkan. Aku kini merindukannya, sangat. Merindukan saat dia berhasil menciptakan sebentuk lengkung senyum yang ditandai. Aku merindukannya, bukan hanya karena dulu pernah bersamanya, lebih dari itu. Berharap dapat menjejakkan kembali dia di sisiku, menemaniku kembali. Menciptakan cerita indah yang membawa anganku terbang ke sana. Berharap suatu hari, dia akan mengajakku menuju rumahnya, tempat yang sangat ingin kukunjungi.
Dia, masih menjadi masa laluku. Aku belum berhasil menggamitnya. Belum cukup hebat mensejajari langkahnya. Dia dan muncul dia yang lain, yang mengingatkanku padanya. Dia, yang akhirnya menyeretku untuk mensejajarinya. Namun, tetap saja. Bukan apa-apa. Ini hanya tentang aku dan dia. Maka, tak ada yang lebih berhak selain dia.
Semoga kita bisa bersama lagi, ya. Aku tetap ada di belakangmu, berusaha mengejar jejakmu, mensejajari langkah kita. Lalu kita bisa pergi bersama menuju rumahmu.
Cukup Hanya Dia
Bahagiaku kini terantuk satu nama.
Deretan huruf yang membangkitkan perasaan cemburu,
membayangi sunyinya malam kelam.
Menggelapkan senja lebih cepat dari biasanya,
terseret nestapa pada gelombang waktu.
Satu nama...
Selalu kuucap ditiap do'a
Berharap Tuhan tahu maksud hati,
meski sebenernya,
Dia sangat paham apa yang terjadi.
Carut-marut goncangan hati,
meniadakan detik-detik yang melintas.
Aku pasrah...
Berharap tak ada lagi yang kan terbujur.
Usaikan mimpi yang hanya pembatas dunia.
Usaikan harap pada sebentuk do'a.
Tak ada lagi..
Ya, tak ada.
Biarkan Dia menjawab semua tanya.
Biarkan Dia mengubah segala ragu.
Cukup hanya Dia...
Tak perlu lagi berkalang pinta.
Deretan huruf yang membangkitkan perasaan cemburu,
membayangi sunyinya malam kelam.
Menggelapkan senja lebih cepat dari biasanya,
terseret nestapa pada gelombang waktu.
Satu nama...
Selalu kuucap ditiap do'a
Berharap Tuhan tahu maksud hati,
meski sebenernya,
Dia sangat paham apa yang terjadi.
Carut-marut goncangan hati,
meniadakan detik-detik yang melintas.
Aku pasrah...
Berharap tak ada lagi yang kan terbujur.
Usaikan mimpi yang hanya pembatas dunia.
Usaikan harap pada sebentuk do'a.
Tak ada lagi..
Ya, tak ada.
Biarkan Dia menjawab semua tanya.
Biarkan Dia mengubah segala ragu.
Cukup hanya Dia...
Tak perlu lagi berkalang pinta.
Langganan:
Postingan (Atom)